Monthly Archives: May 2012

FLOWER’S HOUSE -part 3- (by : dw1601)

Title                       : FLOWER’S HOUSE (PART 3)

Author                  : Dewi (@dw1601)

Genre                   : Romance, fiction

Rating                   : General

Format                 : Series

Cast                       : Hwang Hee Gi (OC), Nickhun (2 PM), Victoria (FX), Shin Min Chul (T-Max), Kim Jun (T-Max), Park Han Bi (T-Max), Joo Chan Yang (T-Max), Choi Gi Won (OC), Choi Rim Young (OC), Choi Yun Won (OC)

Ciluukkk… baaaa! Hayoo… pasti pada kangen sama author! *kepedean* Mian, kalo author khilaf dan ga pernah nengok blog ini. Syukurlah, ada admin yg nagih FF, jadi inget masih punya utang di warung… eh, utang nerusin FF… semoga masih inget ceritanya… Apaaa? Ga inget? Klo gitu baca ulang Flower’s House Part 1 n 2 yaaa… *maksa*

Ok, daripada kebanyakan komen geje author, mending kita lanjut yuuk… *musik latar*

**********

Primrose kuning adalah lambang kesederhanaan. Hal itulah yang membuatku memilihmu diantara jutaan bunga. Perbedaan itulah yang membuatmu istimewa. Mahkota ketulusan yang kuberikan akan selamanya menjadi milikmu.”

**********

*Hwang Hee Gi POV*

“Molla! Mollaa! Mollaaa!” Arrghhh! Kuacak-acak rambutku dengan kesal. Sajak apa itu, aku sungguh tidak mengerti! Buat apa sih, Tuan Choi menulis teka-teki menyebalkan seperti itu? Aku pusing! Tapi… bila aku tidak bisa mengartikannya, Eomma tidak dapat di operasi. Saat membayangkan eomma, tanpa sadar mataku mulai berkaca-kaca. Sepertinya aku memang harus bisa menyelesaikan tugas marga Choi itu. Eh, sepertinya ada suara ketukan, darimana asalnya? Kutajamkan pendengaranku. Kedengarannya ketukan itu berasal dari pintu di sebelah kamar ini….

“Jun-oppa… Jun-oppa… kau sudah tidur?”

Sialan! Choi Rim Young benar-benar menyebalkan! Untuk apa dia mengetuk pintu malam-malam… tapi… tunggu! Bila dia mengetuk pintu sebelah kamarku, berarti… Ya Tuhan! Namja menyebalkan itu ada di sebelahku! Ah, ketukan itu berhenti. Haha… pasti Kim Jun sudah tidur. Eh, mengapa aku jadi lega begini? Kugelengkan kepalaku kuat-kuat. Sepertinya aku butuh udara segar!

Perlahan kubuka pintu kamar, syukurlah Rim Young itu sudah pergi. Hei benarkah Kim Jun sudah tidur? Ku lirik pintu kamar sebelah, tiba-tiba pintu terbuka! Tatapan tajam Kim Jun seperti menyelidikiku.

“Ya! Apa kau yang mengetuk pintu tadi?”

“Enak saja! Jangan menuduh sembarangan, tadi pacarmu yang mengetuk. Mengapa tadi kau tidak membuka pintu untuknya?” sinisku, kesal akan tuduhannya.

Kim Jun memelototiku, “Neo… “ ucapannya terhenti karena Choi Rim Young keluar kamarnya. Mungkin dia mendengar suara Kim Jun.

“Jun-oppa, aku tadi mengetuk…”

“Mengganggu saja!” Kim Jun membanting pintu kamarnya. Aku terkikik geli, Choi Rim Young menatapku dengan sikap bermusuhannya. Hei, memang salahku apa sih?

“Kenapa kamarmu di sebelah Jun-oppa?”

“Molla!” ucapku acuh dan segera menghindar sambil berjalan ke tangga. Ku dengar suara pintu dibanting di belakangku.

Ku hela nafas dan segera melangkah. Sebentar saja, aku sudah berada di luar rumah. Kulangkahkan kaki di tengah keremangan malam. Ternyata, taman ini indah sekali di waktu malam. Bunga-bunga ini tampak bersinar di kegelapan. Hei, bukankah ini primrose? Bunga yang cantik. Mengapa kau bisa menjadi mahkota ketulusan marga Choi itu? Ku sentuh bunga kuning mungil di depanku. Lembut.

**********

*Author POV*

Saat sedang mengagumi bunga di depannya, sebuah tangan memeluk pinggang Hwang Hee Gi.

“Ap… Apa? Si… siapa kau?” tanya Hwang Hee Gi terkejut.

“Sstt!”

“Yaa! Minchul-ssi! Kau darimana? Kau… uuh… kau bau alkohol! Ya! Kau mabuk?”

“Aduuhh… Hee Gi-ah, kau terlalu berisik!” Lelaki yang ternyata Shin Min Chul itu duduk di kursi taman di sebelah rimbun primrose. “Aku hanya minum sedikit”

Shin Min Chul mengurut dahinya. Seketika dia menatap sekelilingnya, “Kau sendirian?”

“kenapa?”

“Tidak takut? Di taman ini ada hantunya lho, biasanya dia sering muncul malam-malam begini”

“Aku tidak takut”

Tiba-tiba Shin Min Chul terbelalak menatap sesuatu di belakang Hwang Hee Gi. “I… itu… a… apa?” tangan Shin Min Chul bergetar. Hwang Hee Gi melirik sedikit. Tampak olehnya sosok berwarna putih yang tidak menjejak tanah.

“Aaaaaaaaaaaa!!!” Hwang Hee Gi menubruk Shin Min Chul.

“Hahahahaha… patung taman itu selalu melakukan tugasnya dengan baik!”

Sadar bahwa dia dibohongi, Hwang Hee Gi memukul kepala Shin Min Chul. “Paboya! Kurang ajar, beraninya kau menakutiku!”

“Tapi kau yang memelukku… hahahahaha!” Shin Min Chul tidak dapat berhenti tertawa.

“Dasar, kenapa orang sebodoh kau bisa jadi pewaris keluarga Choi! Ups!” Hwang Hee Gi menutup mulutnya. Raut wajah Shin Min Chul sedikit berubah, namun sesaat dia tampak tidak peduli.

“Entahlah, kenapa ya? Keberuntungan mungkin? Mungkin karena ibuku yang terlalu polos jatuh cinta dengan seorang marga Choi? Mungkin karena akhirnya si Choi itu menghianati ibuku demi seorang wanita bermarga Kim? Mungkin karena ibuku akhirnya meninggal tapi dengan bodohnya tetap tulus mencintai Choi brengsek itu?!” Sesaat suara Shin Min Chul meninggi penuh emosi. Namun, seakan tersadar dia menoleh ke arah Hwang Hee Gi yang terpaku menatapnya.

“Maaf, aku mabuk”

“Min Chul-ssi…”

“Hoaahh… sepertinya aku butuh tidur, kau mau menemaniku?”

“Pabo!”

“Hahaha… annyeong, Hee Gi-ah”

Hwang Hee Gi menatap Shin Min chul pergi. Baru kali ini dia melihat emosi pemuda yang biasanya ramah itu. Setelah menghela nafas, Hwang Hee Gi beranjak pergi.

**********

Beberapa hari kemudian yang terjadi adalah badai. Choi Rim Young seakan ingin menguasai seluruh rumah. Dia mengatur di sana, mengatur di sini, benar-benar membuat seluruh pekerja kerepotan. Dia mengganti seluruh tirai, mengatur ulang setiap ruangan, bahkan mengharuskan pembantu rumah membersihkan lantai lima kali sehari! Seluruh rumah sangat kesal dibuatnya, tapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa karena tuan Choi Gi Won telah memberi wewenang penuh untuk menangani pestanya.

“Apa-apaan sih dia! Mengusir seluruh orang dari kamar? Bukannya dia hanya mengatur bagian luar ruangan saja?!” teriak Hwang Hee Gi suatu hari.

Ya, setelah pertarungan panjang dengan Choi Rim Young, dia akhirnya mengalah untuk membiarkan Choi Rim Young mengatur ulang lorong di depan kamarnya. Padahal, itu lorong, bukan kamarnya! Dan… Choi Rim Young tidak mengusik Kim Jun yang saat itu sedang berada di kamarnya. Karena kesal, Hwang Hee Gi memutuskan berjalan-jalan ke taman. Hingga sebuah suara musik terdengar.

“Ah, suara piano, indah sekali. Siapa yang bermain seindah ini?”

Hwang Hee Gi mengikuti asal suara. Hingga ia tiba di sebuah kamar kaca. Rupanya di dalam taman itu terdapat sebuah rumah kaca yang dipenuhi bunga primrose. Dari kamar itulah suara piano terdengar. Hwang Hee Gi berusaha membuka pintu kacanya, terkunci! Jadi ia berusaha menyusuri kaca yang mengelilingi ruangan tersebut. Di dalam ruangan terlihat…

“Shin Min Chul!”

“Nuguya? Siapa di sana?” Minchul menghentikan tarian jemarinya di atas piano.

“A… aku…”

“Hee Gi-ah? Sedang apa kau disana?” Shin Min Chul tampak keheranan. Dia membuka pintu kaca yang di kuncinya.

“Aku di usir nona besar Choi itu!” Hwang Hee Gi berkata dengan kesal.

“Apa seburuk itu?”

“Membersihkan lorong depan kamar, tapi mengusir seluruh penghuni kamar? Ya! Seburuk itu!”

“Hahaha… mungkin dia memang hanya ingin membuatmu kesal”

“Mungkin. Hmm… ini ruang apa?”

“Di sini ruang kenangan ibuku. Di sini dia sering menulis lagu dan bermain piano. Tuan Choi sering menemaninya di sini. Kami sangat bahagia. Sampai wanita bermarga Kim merebut perhatian tuan Choi,” Shin Min Chul berkata sambil menatap mata Hwang Hee Gi.

“Wanita bermarga Kim itu… ibu Kim Jun?”

Shin Min Chul mengangguk.

“Kenapa kau selalu memanggil ayahmu dengan Tuan Choi?”

“Karena… “ Shin Min Chul terdiam sejenak. “Aku menghormatinya”

“Aneh”

“Memang, aku hanya menghormatinya tapi tidak bisa menyayanginya sebagai ayahku. Mungkin karena dia tidak benar-benar mencintai ibuku”

“Mengapa…?” Hwang Hee Gi segera tersadar. “Karena… dia hanya mencintai wanita yang mungkin adalah ibuku?”

“Bukan salahmu,” Shin Min Chul berkata lembut seakan membaca perasaan bersalah Hwang Hee Gi.

“Maaf…”

“Sudahlah… oh iya, bagaimana dengan tugasmu?”

“Tidak ada kemajuan!” Hwang Hee Gi menunduk, “Mungkin, aku memang bukan anak keluarga ini”

“Jangan sedih begitu, baiklah akan kumainkan sebuah lagu”

Suara piano terdengar memenuhi ruang kaca itu. Hwang Hee Gi tampak terpesona. Shin Min Chul sangat pandai meainkan piano. Lagu yang dimainkannya sangat indah, mendengarkannya membuat hati Hwang Hee Gi yang panas seakan disiram air sejuk. Hwang Hee Gi duduk dengan tenang di sebuah bangku taman di belakang Shin Min Chul. Tanpa sadar tangannya menyentuh sehelai kertas.

“Min Chul-ssi, ini apa?” tanya Hwang Hee Gi saat lagu yang dimainkan usai.

“Partitur milik ibuku. Sebenarnya partitur itu hanya separuh dari seluruh lagu. Aku tidak pernah menemukan pasangannya. Sepertinya ibuku menyembunyikannya di suatu tempat. Ibuku bilang lagu partitur itu merupakan kunci tempat menyimpan hartanya yang berharga.”

“Harta? Seperti… mahkota?” Hwang Hee Gi tiba-tiba menyimpulkan.

Shin Min Chul menatapnya.

“Entahlah. Ibuku tidak pernah bercerita….”

“Bagaimana bila kita cari bersama?”

“Tapi….”

“Ayolah, pasti akan menyenangkan!”

Shin Min Chul melirik Hwang Hee Gi. “Kau hanya bosan, bukan?”

“Kau tahu saja! Aku benar-benar bosan semenjak di sini, biasanya setiap hari aku akan sibuk… ah, sudahlah, kaja! Ppali!!” Hwang Hee Gi menarik tangan Shin Min Chul.

**********

*Shin Min Chul POV*

Kami mulai berkeliling kamar, berusaha menyelinap di setiap ruangan, mencari di semua tempat. Partitur ibuku tentu saja tidak akan ditemukan, karena aku yakin ibu menyimpannya ditempat tersembunyi. Tapi gadis ini tidak menyerah! Aku bahkan terbawa kegigihannya.

Gadis aneh! Darimana datangnya semangat seperti itu? Apakah dia hanya takut tidak dapat diakui sebagai anak keluarga ini? Tapi… aku tidak dapat melihat adanya pikiran jahat seperti itu dari gadis ini. Dia tampak seperti gadis baik-baik! Sementara di keluarga ini, aku paling bisa membaca hati seorang gadis. Tapi gadis ini… terlalu polos! Atau… aktris yang lihai?

Sudah beberapa hari kami mencari, tapi partitur itu belum ditemukan. Besok adalah pesta keluarga Choi. Mungkin saja besok adalah hari terakhir gadis itu membuatku tertawa. Hei, mengapa hatiku begitu cemas? Seakan aku merasa berat bila dia meninggalkan rumah ini! Apakah gadis itu sudah membawaku ke dalam pesona kepolosannya? Andwae! Shin Min Chul tidak akan pernah kehilangan seorang gadis! Gadis-gadislah yang akan merasa kehilangan bila aku pergi!

Kulangkahkan kaki dengan mantap saat keluar kamar. Hari ini kami juga akan berusaha mencari kertas partitur itu. Saat keluar ruangan, sesosok tubuh menghadangku. Matanya yang tampak takut tapi kesal menatapku. Ah, adik terkecilku ini memang selalu merasa takut bila berhadapan denganku. Apakah karena aku anak tertua di keluarga ini? Lucu! Kami berbeda ibu, tapi aku bisa memanggilnya adik. Aku bahkan menyayangi pemuda ini.

“Hyeong!”

“Ah, Han Bi-ah! Ada apa?”

“Hyeong, akhir-akhir ini sepertinya kau terlalu dekat dengan wanita itu.”

“Nugu? Hee Gi-ah?”

“Ya! Hyeong, kau bahkan memanggilnya dengan akrab! Bukankah kita masih belum yakin tentang siapa dia? Siapa tahu dia hanya penipu yang…”

“Sudahlah, Han Bi-ah! Aku tidak ingin berdebat denganmu. Tapi kuberitahu sesuatu, aku yakin, Hwang Hee Gi adalah gadis yang baik!”

“Tapi, hyeong!”

“Cukup, Park Han Bi. Jangan sampai membuatku marah padamu.”

Wajah adikku yang imut itu tampak kesal, tapi dia tidak berani membantah. Ah, mian Han Bi-ah, bahkan setelah mengatakannya, aku masih heran sendiri mengapa aku bisa membela gadis itu. Perasaan seorang kakak? Molla. Kutinggalkan Han Bi yang masih cemberut dibelakangku.

 **********

*Author POV*

“Min Chul-ssi!”

“Hee Gi-ah, kau sudah datang?”

Shin Min Chul berjalan ke arah Hwang Hee Gi yang sudah menunggunya di ruang kaca. Mereka memang berjanji akan bertemu di sana. Hwang Hee Gi melambaikan tangannya. Shin Min Chul bergegas mendekatinya.

“Sudah lama?”

Hwang Hee Gi menggelengkan kepalanya.

“Min Chul-ssi, beberapa hari ini kita sudah mencari, tapi harta mendiang ibumu belum kita temukan. Sepertinya besok, aku harus meninggalkan rumah ini.” Hwang Hee Gi memandang Shin Min Chul dengan sedih.

“Hee gi-ah…”

“Tapi aku gembira bisa berada disini dan bertemu dirimu, kita teman baik, kan?”

Shin Min Chul terkejut. Pertanyaan yang tidak diduganya. Sekejap dia tidak dapat menjawab, tapi perlahan dia lalu tersenyum dan mengangguk. “Pasti”

“Ahh… sudahlah aku menyerah! Hari ini aku tidak ingin mencari partitur, mahkota ketulusan, atau apapun lagi! Aku hanya ingin mendengarmu bermain piano saja. Maukah kau memainkan satu lagu saja untukku? Please….”

“Lagu apa yang ingin kau dengar?”

“Lagu kenanganmu.”

Shin Min Chul terdiam sejenak, lalu akhirnya dia menarik nafas dengan berat. “Baiklah, aku tidak pernah memainkannya lagi, sejak ibuku meninggal. Lagu ini adalah kenanganku yang sangat berharga. Ibuku sering memainkannya untukku dan Tuan Choi saat kami masih berbahagia.”

Shin Min Chul duduk di depan piano dan mulai menggerakkan jemarinya. Segera suara musik mengalir merdu. Sebuah lagu yang sangat indah, syahdu dan menghanyutkan. Hwang Hee Gi segera terbawa alunan musik. Tiba-tiba terdengar suara. Hwang Hee Gi terlonjak.

“Kau dengar itu?”

Shin Min Chul menghentikan gerakan jemarinya. “Apa?”

“Seperti suara… “ Hwang Hee Gi memutar badannya ke belakang dan tampak terkejut, ”Ah! Min Chul-ssi, dinding itu terbuka!”

Hwang Hee Gi menunjuk dinding di belakang  mereka. Memang benar, dinding itu tampak bergeser dan tampak pemandangan luar biasa di dalamnya. Mereka segera berjalan ke arah pintu itu.

“Taman bunga Primrose!” teriak Hwang Hee. Mereka masuk ke dalam sebuah taman di balik pintu itu. “Semuanya primrose kuning! Kenapa hanya primrose kuning?”

“Sepertinya ini taman rahasia ibuku. Rupanya dia sangat menyayangiku. Tahukah kau, primrose kuning adalah bunga kelahiranku?” Shin Min Chul tampak menahan rasa harunya. Taman itu memang di penuhi bunga mungil berwarna kuning. Bunga-bunga itu rupanya tengah mekar dengan cantiknya. Ditengah taman itu tampak sebuah menara yang tidak terlalu tinggi. Mereka segera menaikinya. Rupanya menara itu merupakan tempat untuk dapat keseluruhan taman. Seperti rumah pohon, di menara pandang itu terdapat sebuah meja yang dikelilingi sofa.

“Hmmm… pemandangannya indah! Min Chul-ssi, kau sedang apa?”

Shin Min Chul tampak memegang kotak di tangannya. Hwang Hee Gi segera mendekat.

“Cantik sekali, kotak berukir bunga primrose. Dimana kau menemukannya?”

“Di atas meja itu. Sepertinya ibu sengaja meninggalkannya di sini agar dapat ditemukan. Hee Gi-ah, kau tahu apa bahasa bunga primrose?”

Gadis itu menatap bingung dan menggelengkan kepalanya.

“Ketulusan”

Seakan tersadar,mereka berdua berteriak, “Mahkota ketulusan!”

“Apakah isi kotak ini adalah mahkota ketulusan itu?” tanya Hwang Hee Gi.

“Pasti. Ah!” Seakan tersadar, Shin Min Chul meraih liontin berbentuk seperti kunci dilehernya lalu melepasnya. “Ibu yang memberikannya untukku, pasti kunci untuk membuka kotak ini” Dia memasukkan kunci itu ke kotak dan memutarnya. Kotak itu membuka dan ….

“Partitur?”

“Bukan mahkota ketulusan?” Hwang Hee Gi menatap pemuda itu dengan bingung.

“Aku tidak mengerti…”

“Aku mengerti” Hwang Hee Gi tersenyum. “Pasti ini adalah partitur ibumu yang hilang”

“Tapi… mahkota ketulusan?”

“Tidak ada! Mungkin aku memang bukan anak Tuan Choi.”

Hwang Hee Gi melihat tatapan protes Shin Min Chul. Dia tersenyum, “tidak apa, aku bahagia kau bisa menemukan harta ibumu yang sangat berharga” Hwang Hee Gi berjalan ke tepi pagar pembatas menara itu, menatap ke arah taman di bawahnya dan merentangkan tangannya. “Lagipula, pemandangan ini sangaaat… indah!”

Menahan rasa haru yang tiba-tiba muncul didadanya, Shin Min Chul berjalan ke samping Hwang Hee Gi. “Kau benar Hee Gi-ah, taman ini sangat indah!” Shin Min Chul melongok untuk menikmati pemandangan di bawahnya. Tiba-tiba dia tampak terkejut.

“Hee Gi-ah! Aku sudah menemukannya!”

“Menemukan apa?”

“Mahkota Ketulusan! Aku sudah menemukannya!!”

**********

Huwaaaahhh! *menggeliat* Akhirnya part 3 ini kelar juga. Gimana yah lanjutannya? Oh iya, ide cerita ini diambil dari bulan kelahiran masing-masing anggota T Max lhoo…. Tapi, buat leader-nim, karena bulan kelahirannya dobel, jadi diambil yang internasional deh (5 Februari… tahun ga di sebut, karena dia paling sebel ketahuan udah ahjussi…hehehe). Oke, ditunggu komennya yaa! Annyeong!!

Cry And Tears (by : Shafi MMax)

Tittle : Cry, and Tears
Author: Shafi Mmax
Cast: Jung Yeomi(OC), Park Jihae(OC), Park Yunhwa, Kang Daesung
Genre: angst, friendship, romance

—————————————————————————————————

-flashback-

Kalau salah satu diantara kita pergi, kita harus meninggalkan pesan untuk siapa yang pergi itu.. Ara?!

Ara!!

-flashback End-

Jung Yeomi POV
Mataku terpana menatap langit kelabu dan rintikan-rintikan hujan dari balik jendela kamar no. 099 di rumah sakit. Cuaca 3 hari ini terus begini. Cerah tak datang, hanya langit kelabulah yang menemani hari-hariku melewati penyakitku yang kata dokter hampir sembuh. Dan katanya pula aku bisa pulang besok. Tapi entah mengapa, bukanya senang, aku malah tak percaya pada kata-kata dokter itu. Aku merasa, umurku tak kan panjang lagi.

Tiba-tiba pintu kamarku terbuka oleh Jihae, sahabatku. Tidak hanya Jihae, ada juga Daesung dan Yunhwa oppa. Mereka semua sahabatku. Yunhwa oppa adalah kakak dari Jihae.

“Yeomi-ah?”

“Jihae? Masuklah..” mereka bertigapun masuk ke kamarku.

“bagaimana perasaanmu sekarang? Agak baikan?” tanya Yunhwa oppa. Dia tersenyum manis bagai malaikat padaku. Aku menjawab dan membalas senyumannya.

“ne..”

“nah.. Begitu! Itu baru namanya sahabatku!!” ujar Daesung sambil menepuk-nepuk pundakku. Sakit. Tapi aku senang saat dia melakukan itu. Dia namja yang periang dan lucu. Akupun menyukainya. Tapi tak pernah kukatakan hal itu pada siapapun, kecuali Jihae.

“aw! Sakit! Kau ini tidak mengerti orang yang sedang sakit, ya?!” bentakku. Ia hanya tersenyum jahil. Semua tertawa.

“senang,ya, besok sudah mau pulang?” tanya Jihae. Aku agak terdiam.

“ng.. Bagaimana, ya? Aku agak tidak percaya kalau aku sudah bisa pulang besok. Padahal penyakitku, kan buka penyakit ringan” ujarku sambil menunduk. Tiba-tiba ada yang mengelus kepalaku. Aku berharap itu Daesung. Tapi saat aku menoleh, tak seperti harapanku. Bukan Daesung, tapi Yunhwa oppa.

“jangan bicara begitu. Lebih baik daripada kau harus pulang bulan depan, kan?” ia tersenyum padaku. Aku balas tersenyum. Meski aku agak kecewa, karena bukan Daesung yang mengatakannya. Tapi aku sadar, Daesung memang tak mungkin mengatakan hal seperti itu. Dia mana mengerti?

Tapi yang pasti, aku akan melakukan sesuatu pada Daesung besok. Aku ingin dia tahu, perasaanku padanya selama ini.

Author POV
Sesampainya di rumah, Jihae langsung membantu Yeomi membereskan barang-barangnya. Sedangkan Daesung dan Yunhwa hanya menunggu di ruang tamu.

“Jihae.. Menurutmu bagaimana, kalau aku katakan perasaanku pada Daesung?” tanya Yeomi. Jihae agak terdiam.

“ah.. Ti.. Tidak apa-apa. Kalau kau memang menyukainya” jawab Jihae terbata-bata.

“jjinja? Kalau begitu, aku akan nyatakan perasaanku Minggu ini juga! Tapi belum tahu tepatnya kapan.. Jihae, kau mau, kan, membantuku?!”

“te.. Tentu saja. Kitakan sahabat” lalu keduanya saling tersenyum. Tapi Jihae jadi berpikir sesuatu.

Sedangkan Daesung dan Yunhwa masih menunggu di ruang tamu. Rencananya setelah ini, mereka akan jalan-jalan. Tak ada percakapan antara Yunhwa dan Daesung. Sampai tiba-tiba, Yunhwa bertanya.

“Daesung-ah.. Kalau kau diberikan kesempatan untuk memilih, siapa yang akan kau pilih? Jung Yeomi, atau Park Jihae, adikku?” tanyanya dengan wajah datar. Daesung menatapnya bingung.

“hyung ini ada-ada saja! Tapi.. Kalau memang aku ada kesempatan, tentu aku akan pilih Jihae” jawabnya.

“Wae?”

“hm.. Kenapa, ya? Dia manis, dan perhatian. Kalau melihatnya, aku merasa tenang. Meski sedang ada masalah, tapi saat di sampingnya, masalah itu seperti sudah selesai. Lagi pula, sebetulnya memang dari dulu aku suka padanya..” jawab Daesung. Ia tersenyum tipis. Yunhwa masih menatapnya.

“ada apa, hyung? Kau bertanya seperti itu?”

“ah.. Ani.. Kan kalau kau jadi dengan adikku, nanti kita bisa iparan.. Hehe..” kata Yunhwa lalu terkekeh kecil. Daesung ikut terkekeh. Lalu Yunhwa berpikir.

“lalu bagaimana dengan Yeomi? Apa yang akan terjadi kalau Daesung jadian dengan Jihae?”pikirnya. Sebenarnya Yunhwa tahu kalau Yeomi suka pada Daesung. Meski sebenarnya, Yunhwa yang menyukai Yeomi. Tapi Ia tak berani mengatakanya.

Tak lama, Yeomi dan Jihae keluar dari kamar. Mereka berempatpun jalan-jalan ke tempat kesukaan mereka. Pantai di dekat rumah Jihae dan Yunhwa. Ini tempat mereka bermain sejak kecil. Mereka selalu bersama hingga kini.

Di pantai, terlihat Daesung terus mengajak Jihae bicara. Sedangkan Yeomi dari jauh hanya bisa menatap keasikkan mereka saat bercanda. Yeomi merasa iri pada Jihae. Yeomi terus menatap keduanya. Tanpa sadar, air matanya keluar perlahan, bersamaan dengan angin musim gugur yang menerpanya. Tiba tiba, Yunhwa mengelus pundaknya.

“Yeomi-ah? Waeyo? Kenapa kau menangis?” tanya Yunhwa lembut. Yeomi kaget, dan langsung menghapus air matanya.

“ah.. Ani.. Gwechanna, oppa.. Aku tidak menangis, kok.. Hanya terlalu banyak angin yang masuk kemataku. Jadi perih..” bual Yeomi sambil masih menghapus airmatanya, lalu tersenyum pada Yunhwa. Yunhwa menatap yeoja manis itu, lalu tersenyum manis. Yunhwa tahu pasti alasan Yeomi menangis. Tapi Ia tak mau membuat Yeomi lebih sedih lagi dangan menungkitnya.

3 hari kemudian. Yeomi tak sabar untuk menyatakan perasaanya pada Daesung. Iapun mengajak Daesung ke sebuah Cafe. Di Cafe itu, Daesung datang lebih dulu. Ia sudah duduk dan memesan sebuah hot coffee. Sedangkan Yeomi masih dalam perjalanan menuju Cafe itu dengan berjalan kaki. Jantungnya berdetak. Ia benar-benar grogi, tapi juga senang.

Di Cafe, tiba tiba Daesung bertemu dengan Jihae.

“Jihae? Apa yang kau lakukan disini?” tanya Daesung sambil mendekati Jihae. Jihae yang sedang menunggu pesananpun menoleh.

“Dae? Ng.. Aku sedang beli pesanan Yunhwa oppa. Kami habis dari toko buku. Ini mau pulang, tapi oppa minta di belikan minum. Jadi dia menunggu di luar..” jawab Jihae dengan senyum manisnya. Membuat Daesung terdiam, dan jantungnya berdetak kencang. Lalu pesanan Jihae-pun selesai.

“nah.. Aku duluan, ya? Anyeong!” ujar Jihae sambil berbalik, dan berniat keluar dari Cafe itu. Tiba-tiba Daesung menarik tangannya.

“tunggu! Ada yang ingin aku katakan padamu, Jihae.. Duduklah sebentar..” dengan hati agak risih, Jihae mengikuti ajakan Daesung. Ia duduk di depan Daesung. Hening sejenak, sampai Daesung berkata

“Jihae-ya.. Aku.. Sebenarnya.. Dari dulu…”


Yeomi POV 
Aku berjalan kaki menuju Cafe tempatku janjian dengan Daesung. Sesekali, aku melihat pakaianku, dan berpikir, apa segini sudah cukup untuk bertemu dengan Daesung? Aku benar benar grogi.

Sesampainya di Cafe, aku langsung mencari dimana Daesung duduk. Lalu aku menemukannya, tepat disamping tempatku berdiri, meski jaraknya agak jauh. Tapi, dia bersama seseorang. Dan orang itu adalah Jihae, sahabatku. Sepertinya mereka sangat serius sampai tidak melihatku. Tiba tiba Daesung menggenggam tangan Jihae. Dan meski pelan, tapi kudengar Daesung berkata

“dari dulu… Aku suka padamu, Jihae-ya.. Neomu johahaeyo.. Saranghaeyo..”

Andwae! Tidak mungkin! Apa yang barusan aku dengar?! Aku tidak percaya! Jihae sahabatku, dan dia tahu aku suka pada Daesung. Dan dia juga tahu kalau hari ini aku akan menyatakannya pada Daesung. Tapi kenapa Jihae malah…

Tak sadar, mataku mulai mengeluarkan rintih-rintih karena menahan perasaan sakit ini. Jihae.. Apa yang kau lakukan padaku?


Yunhwa POV 
“Jihae kenapa lama sekali, sih?! Aku jadi beli di mesin penjual, kan? Dasar yeoja dongsaeng itu!”geramku kesal dalam hati, sambil menggenggam segelas kopi hangat yang pada akhirnya kubeli di mesin penjual. Kalau menunggu Jihae beli di Cafe, aku bisa mati beku duluan!

Akupun berjalan menuju cafe tempat Jihae masuk tadi. Tepat di ambang pintu sebelum aku masuk, langkahku terhenti karena tiba-tiba seorang yeoja berlari melewatiku begitu saja. Dia menangis. Aku memperhatikannya yang terus berlari menjauhi Cafe ini dari belakang.

Tunggu! Aku kenal dia! Itu Yeomi. Apa yang terjadi? Kenapa Ia tiba tiba berlari sambil menangis? Bukankah di dalam ada Jihae? Ini… Sebenarnya apa yang terjadi?

Aku penasaran. Lalu dengan cepat, aku mencoba mengejar sosok Yeomi yang sudah jauh dari tempatku. Kopiku kubuang begitu saja. Aku harus tahu apa yang terjadi padanya barusan.

Daesung POV 
Aku masih menatap Jihae dalam-dalam. Sedari tadi Jihae hanya menunduk. Ia belum berbicara. Aku tahu tubuhnya bergetar, terasa dari tangannya yang sedari tadi masih kugenggam. Bahkan aku bisa tahu kalau Ia menangis.

“eottokhae, Jihae-ah?”

“….. Nado.. Nado Saranghaeyo, Daesung-ah..” jawabnya masih sambil menunduk. Tapi tangisannya malah makin kencang. Aku merasa senang.

“jadi kau-”

“hajiman..” ujarnya memotong kesenanganku. Aku menatapnya tak mengerti. Lalu Ia melanjutkan, “mianhae, Daesung.. Tapi kau.. Kau tak boleh mengatakan itu padaku..”

“Wae?”

“Karena kau.. Tak boleh mencintaiku. Kau bukan untukku”

“apa maksudmu?! Aku tak mengerti!! Jihae-ya! Jelaskan apa maksudmu dengan aku tak boleh mencintaimu!” bentakku. Ia terus Menunduk. Tiba tiba Ia menatapku. Dan terlihat jelaslah wajah dan air matanya. Dan mulutnya yang mengatakan

“Yeomi..” ujarnya lembut, namun membuatku bingung.

“Yeomi? Apa hubungannya dengan Yeomi??!”

“dia… Dia yang boleh kau cintai. Bukan aku! Dia mencintaimu, Daesung. Lebih dari aku mencintaimu.. Jadi, katakanlah cinta itu padanya. Jangan padaku” jelasnya, lalu dengan cepat baranjak dari kursinya. Aku terdiam tak percaya. Tapi dengan cepat, kutarik tanganya sebelum Ia sempat melangkah.

“tunggu! Tapi aku mencintaimu, Jihae.. Bukan Yeomi..”

“tapi Yeomi-lah yang mencintaimu! Aku sahabatnya, dan aku akan membuatnya bahagia!! ……….. Dengan mencoba untuk tidak mencintaimu..” jawabnya, lalu menarik tangannya dan langsung berlari keluar. Aku hanya bisa diam. Aku baru tahu, sebesar itu rasa sayang Jihae pada Yeomi sebagai sahabatnya.

Jihae POV 
Mianhae, Daesung. Yeomi-lah yang paling mencintaimu. Aku sudah berjanji padanya untuk mempersatukan kalian. Tidak mungkin bagiku untuk menerima cintamu, meski aku juga sangat Mencintaimu. Mian~ Daesung~

Yunhwa POV 
Esok harinya, aku terdiam di balkon kamarku, yang menghadap
Ke arah laut. Angin musim gugur dari laut benar benar nyaman. Tapi, aku masih terpikir kejadian kemarin. Setelah aku berhasil mengejarnya, tapi Ia tak mau bercerita apa yang terjadi saat itu.

-Flashback-
“Yeomi-ya!! Tunggu!” ujarku menarik tanganya. Aku berhasil mengejarnya. Aku Membungkuk kelelahan sambil masih menggenggam tanganya. Ia menatapku masih dengan air matanya.

“op…pa? Kenapa kau… Di sini? Dan ke.. Napa kau.. Mengejar..ku?” tanyanya masih dengan isak tangis dan nada bicara yang tak jelas. Aku lalu berdiri dan bertanya.

“Yeomi-ya.. Apa yang terjadi di Cafe barusan? Kenapa kau tiba-tiba berlari keluar sambil menangis? Bukankah disana ada Jihae? Ada sesuatu yang terjadi antara kalian?” Ia menunduk dengan tangisnya. Tiba-tiba Ia memlukku, dan menangis makin kencang.

“huaaa.. Oppaaaaa~~~~” aku sempat terdiam. Tapi pelukannya itu kubalas. Aku mengelus kepalanya.

“Yeomi. Apa yang terjadi?” tanyaku lembut.

“Jihae…”

“ada apa dengan Jihae?”

“Daesung….” lanjutnya. Daesung? Apa di Cafe tadi ada Daesung juga? Apa sesuatu terjadi antara mereka bertiga? Apa Yeomi melihat Jihae dan Daesung saat mereka sedang berduaan?

“ceritakan padaku, Yeomi! Apa yang terjadi antara kalian bertiga?!” ujarku melepas pelukan kami, dan menatap ya dalam-dalam. Kugenggam bahunya. Ia hanya terus menangis.

“aku… Tak mau hidup lagi!!!” Tiba tiba Ia berlari dan meninggalkanku.

“Yeomi!!”
-Flashback End-

“Apa yang terjadi saat ini?!! Aku tak tahu apa apa!!!” aku memukul-mukul keningku dengan kepalan tangan yang aku singgahkan di pagar balkon. Aku menunduk dan terdiam. Lalu aku melihat seseorang berjalan di depan rumah. Yeomi..

“Yeomi? Yeomi!!!” aku memanggilnya. Ia menoleh perlahan. Lagi-lagi terlihat air mata di wajahnya. Ia tersenyum tipis sekali, sampai tak terlihat kalau Ia tersenyum. Ia lalu kembali berjalan perlahan.

“mau kemana dia? Ah, paling juga ke pantai..”batinku tenang. Aku kembali terdiam. Kini aku membayangkan angin musim gugur yang menerpaku saat ini, juga menerpa tubuh Yeomi dengan indahnya di pantai. Dengan dress putih yang berkibar karena angin. Betapa cantiknya Yeomi dengan senyumnya itu. Tapi aku teringat kata katanya kemarin.

“aku tak mau hidup lagi!!” muncul prasangka buruk di otakku. Apa tujuan Yeomi ke pantai itu untuk……..
Andwae! Aku harus mengejar Yeomi!!

Aku sampai di pantai, tapi tak kulihat sosok Yeomi. Akupun berlari mencarinya.

“Yeomi-ya!!! Kau dimana?!!! Jawab aku!!! YEOMI-YA!!!” teriakku sekencang mungkin. Lalu kulihat sosok Yeomi, yang dengan sangat perlahan berjalan masuk ke air.

“Yeomi!! Apa yang kau lakukan disana?!! Kembalilah!!! Jangan lakukan hal bodoh seperti itu!!” teriakku lagi. Aku yakin Ia dengar teriakanku. Tapi Jangankan menjawab, berbalikpun tidak. Lalu tanpa banyak pikir lagi, aku mengejar sosok Yeomi yang sudah setengah tenggelam.

“Yeomi-ya!!! Hentikan!!!” aku menarik tangannya. Tapi Ia melepaskannya, dan kembali berjalan. Derai air mata jatuh dipipinya. Aku tahu itu. Akupun memeluknya dari belakang.

“Yeomi!! Tolong hentikan!! Jangan lakukan ini!! Ini-”

“lepaskan, oppa! biarkan aku!!! Aku tak mau lagi hidup di dunia ini!! Aku tak mau lagi melihat kalian!! Aku benci kalian!! Tak ada yang mengerti perasaanku!!!!” teriaknya memotong kalimatku. Aku terdiam. Menatapnya yang sedang menangis dari belakang. Wajah manisnya, berubah menjadi wajah kesedihan yang terus dia rasakan. Aku mengerti..

Jihae POV 
Aku berdiri di teras. Menatap kepergian Yunhwa oppa yang baru saja berlari keluar rumah dan sepertinya menuju pantai. Ia tampak cemas. Tiba tiba,

“Jihae-ya?” aku menoleh.

“Dae.. Daesung?” ujarku sambil agak mundur. Aku merasa tak enak kalau dekat-dekat dengannya. Tiba-tiba Ia menggenggam kedua tanganku.

“Jihae, katakan padaku soal Yeomi.. Apa benar, Ia menyukaiku?” Ia menatapku, sedangkan aku memalingkan wajah tak berani menatapnya.

“ne, Daesung. Dia sangat, sangat menyukaimu. Lebih dari aku menyukaimu. Jadi tolong, lepaskan aku!” ujarku, lalu menarik tangan darinya, dan langsung berlari menuju pantai. Disaat seperti ini, hanya disanalah tempat aku bisa menenangkan diri. Tapi Daesung mengejarku.

di pantai, aku menangis. Tak henti-hentinya air mata keluar dari mataku. Lalu Daesung menarikku kedalaman pelukannya.

“Jihae.. Tenanglah..” aku senang Ia memelukku. Tapi aku tak mau menyakiti hati Yeomi, meski Ia tak ada disini. Jadi kulepas pelukan Daesung.

“Jihae..” aku hanya terus menjauh. Tiba-tiba kudengarsuara yang tak asing lagi bagiku.

“… Aku benci kalian!! Tak ada yang mengerti perasaanku!!!!”

“Yeomi?!” akupun mencari arah asal suara itu. Pada akhirnya, kudapatkan sosok Yeomi dan Yunhwa oppa di dalam air yang menutupi setengah tubuh mereka. Apa maksud Yeomi berkata seperti itu? Apa Ia berniat bunuh diri? Andwae, itu tidak boleh terjadi. Sahabatku tak boleh mati begitu saja!

Author POV 
Jihaepun berlari ke tepi pantai diikuti Daesung.

“Yeomi!! Apa yang kau lakukan??!!! Kembalilah!! Jangan lakukan hal itu!!” teriak Daesung. Yeomi dan Yunhwa menoleh.

“Yeomi!! Aku tak mau melihatmu mati begitu saja!! Jangan nekad seperti itu!!!” lanjut Jihae.

“omong kosong!! Kalian pasti senangkan, kalau aku tidak ada?! Jadi kalian bisa puas berduaan! Iya, kan?! Oppa!!! Lepaskan aku!!” ujarnya kembali memberontak.

“TIDAK AKAN!!!” Yunhwa mempererat pelukanya. Tiba tiba Daesung berteriak

“Yeomi!! Aku minta maaf! Aku tidak tahu selama ini kau menyukaiku!! Kau tak pernah menunjukkan atau mengatakannya padaku! Makanya aku tidak tahu! Tapi aku yakin, itu pasti karena kau tidak berani, kan?!! Aku mengerti, Yeomi!! Makanya aku minta maaf!! Kembalilah!! Aku mencintaimu! Sebagai sahabat, aku benar-benar mencintaimu!!”

“sahabat?!! Hanya sahabat?!! Kau tidak tahu seberapa besar aku menyukaimu, Daesung!! Aku-” Yeomi berhenti berkata ketika tiba-tiba Ia pingsan, dan terjatuh. Untungnya, Yunhwa sempat menangkapnya.

“Yeomi-ya?!! Yeomi-ya!!!! Bangun!!!”

Yeomipun dibawa ke rumah sakit. Dokter mengatakan kalau Yeomi tidak apa-apa. Tapi sayangnya, Ia koma. Jihae, Daesung, dan Yunhwa menunggu sampai Yeomi sadar. Berhari-hari, tak ada tanda-tanda Yeomi akan siuman. Pada akhirnya, hari ke 6.

Yunhwa, Jihae, dan Daesung masih menunggu di rumah sakit. Yunhwa duduk di samping Yeomi, sambil terus menggenggam tanganya.

“Yeomi.. Cepatlah siuman. Aku rindu senyuman itu. Senyuman yang bisa membuatku semangat. Yeomi, tolong berikan senyuman itu padaku..”
Yunhwa terus menatap Yeomi, sampai air matanya membendung. Tiba-tiba, tangan Yeomi bergerak.

“Yeo.. Yeomi?!! Kau sudah sadar?!!”

“oppa?” tanyanya lemas, lalu melihat sekeliling mencari seseorang. Tapi yang Ia harapkan tak ada. Yunhwa tahu yang Yeomi cari, dan langsung memanggil dokter, berusaha mengalihkan pikiran Yeomi.

Setelah dokter datang, Ia langsung memeriksa Yeomi.
“dia baik-baik saja.. Mungkin 4 hari lagi Ia bisa pulang.. Tapi hanya mungkin.. Kami belum bisa memastikan..” ujar dokter pelan.

“tidak masalah, dia pulang kapan! Tapi yang pasti dia sudah sehatkan, dok?!” tanya Yunhwa cemas. Dokter agak terdiam. Lalu mengangguk, dan pergi begitu saja. Yunhwa langsung menatap Yeomi bahagia.

“Yeomi! Kau sudah tidak apa-apa! Aku senang sekali!” ujarnya dengan eksepresi berlebihan, berniat menghibur Yeomi. Tapi Yeomi malah diam dan terlihat sedih. Yunhwa langsung menghentikan sikap bodohnya itu. Iapun bersikap seperti biasa.

“Yeomi.. Ada ap-”

“dimana Jihae? Daesung? Mengapa disaat seperti ini, mereka tidak ada disampingku? Apa mereka sudah tak menganggapku sebagai sahabat mereka lagi? Dan… Kenapa kemarin itu aku tidak mati saja sekalian? Dengan begitu, aku akan lega. Begitu juga Jihae dan Dae-”

PLAK!! telapak tangan Yunhwa mendarat dipipi Yeomi.
“op-”
“maaf, aku menamparmu.. Tapi yang kau katakan itu benar-benar membuatku kesal. Mereka tak seperti yang kau pikirkan tadi! Kau salah besar. Sejak 3 hari yang lalu, mereka terus menjagamu disini. Terutama Jihae. Ia benar-benar merasa bersalah padamu. Hari ini, Jihae dan Daesung pergi ke suatu tempat untukmu. mereka tidak datang juga untukmu. Jadi-” omongan Yunhwa terpotong ketika tiba-tiba pintu kamar Yeomi terbuka.

“Yeomi-ya?!!” Jihae dan Daesung masuk ke kamar Yeomi. Melihat Yeomi sudah sadar, mereka benar-benar senang.

“Yeomi?! Kau sudah sadar?!! Wah.. Aku lega. Aku takut terjadi sesuatu padamu!” ujar Jihae dengan senyum bahagia.

“ne, Yeomi! Aku juga sangat senang. Kemarin itu benar benar mengerikan! Kau ini ada-ada saja. Pakai coba mau berenang segala. Semua kan tahu, kau tidak bisa berenang.. Haha!” tawa Daesung dihentikan oleh jitakkan keras dari Yunhwa. Daesungpun meringis kesakitan. Kejadian lucu itu, sama sekali tak dihiraukan oleh Yeomi. Ia terus menatap keluar jendela. Jihae sedih.

“Yeomi! Aku punya kejutan untukmu! Coba lihat ini! Taraaaa!!!! sweater di toko dekat taman yang sangat kau inginkan.. Aku membelinya untukmu! Pakailah!!” ujar Daesung sambil meletakkan sweater itu di kasur Yeomi. Yeomi tak peduli. Ia terus dia menatap keluar.

“Aku juga punya! Ini, jam tangan yang selalu kau inginkan! Lucu, ya? Kau memang pintar dalam memilih! Terimalah..” Jihae meletakkan jam itu di tangan Yeomi. Tetap tak ada reaksi dari Yeomi.

“Yeomi.. Katakanlah sesuatu..” pinta Yunhwa. Daesung dan Jihae benar benar berharap.

“kalian bertiga, pergilah…” ujar Yeomi pelan tanpa bergerak sedikitpun. Ia masih menatap keluar jendela. Yang lain bingung. Tapi pada akhirnya,

“baiklah, kalau itu maumu, Yeomi..” Jihae menunduk, lalu keluar diikuti Yunhwa dan Daesung.

Setelah ketiga sahabatnya pergi, pandangan Yeomi tetap tak lepas dari langit. Tapi air matanya keluar perlahan. Ia benar-benar bingung apa yang harus dia lakukan. Memaafkan, atau terus membenci.

3 hari berlalu. Penyakit tidak jelas yang di derita Yeomi makin parah. Ia sering muntah darah. Dan kini Ia hanya bisa berbaring lemas di kasurnya. Tiba-tiba, Jihae masuk ke kamarnya.

“Yeomi?”

“mau apa kau kesini?” tanya Yeomi tanpa melihat ke arah Jihae.

“Yeomi.. Aku memang tak tahu apa penyebab kau melakukan itu. Tapi kalau kau kesal padaku, tolong katakan penyebabnya. Kita sahabat, Yeomi..” Jihae menggenggam tangan Yeomi dengan air mata penyesalan yang keluar dari matanya. Tak disangka, Yeomi ikut merintihkan air matanya, tetap tanpa melihat wajah Jihae.

“kalau kau sahabatku, tolong katakan padaku sejujur-jujurnya. Apa perasaanmu pada Daesung?” tanya Yeomi. Jihae tersentak kaget. Ia tak menyangka kalau Yeomi akan bertanya seperti itu padanya.

“aku.. Tak ada perasaan apapun padanya..”

“geotjimal!!!” Yeomi melepas genggaman tangan Jihae dengan kasar. “bisamu hanya berbohong!!! Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri! Di hari aku akan menyatakan perasaanku, kau berduaan dengan Daesung, meski kau tahu apa yang akan kulakukan!! Iyakan?!!”

“kau lihat? Apa yang kau lihat, Yeomi??”

“Daesung bilang dia menyukaimu.. Dan aku yakin sekarang kalian sudah jadi sepasang kekasih.. Iyakan?!”

“i..itu tidak benar, Yeomi.. Setelah itu-” kalimat Jihae terhenti ketika Daesung masuk ke kamar.

“Jihae benar, Yeomi.. Setelah aku bilang padanya soal perasaanku, dia bilang kalau kaulah yang menyukaiku.. Meski Ia juga menyukaiku, tapi dia mengatakan kalau kau lebih mencintaiku dari pada dia mencintaiku.. Dan aku baru tahu pada saat itu, kalau kau menyukaiku..” Daesung mendekap tangan Yeomi. Ia berdiri di sebelah Jihae yang masih menangis.

“mianhae, Yeomi-ya.. Naneun molla.. Aku tak tahu apa-apa.. Jeongmal mianhae..” ujar Daesung menatap dalam-dalam mata Yeomi. Tapi Yeomi malah memalingkan wajahnya. Tiba tiba Jihae berdiri dari duduknya.

“a..aku pergi dulu.. Yeomi-ya…………… Jeongmal mianhae” Jihae menunduk, lalu berlari keluar ruangan. isak tangisnya makin menjadi jadi.

Hening. Hanya terdengar isak tangis Yeomi yang begitu kencang. Tiba-tiba Daesung bersenandung, dan membuat Yeomi kaget

Baby don’t cry
baby don’t cry
baby don’t cry
eonjenga deo bitnalgeoya
Give me your smile
Baby don’t cry
baby don’t cry
baby don’t cry
hanbeonman deo nal wihae
Just give me your smile

“Yeomi-ya… Tolong jangan menangis lagi… Tersenyumlah..” Daesung tersenyum sebisanya pada Yeomi. Tapi tangis Yeomi makin haru. Ia tak menjawab sama sekali. Daesungpun menghela nafas.

“arasseo. Kau tak perlu tersenyum, Yeomi.. Setidaknya kau tidak menangis lagi. Aku harap, besok kau sudah bisa tersenyum di depan siapapun. Aku harap.. Yeomi, Mianhae. Jeongmal mianhae” setelah mengatakan itu semua, Daesung langsung keluar dari kamar Yeomi.

Tak beselang lama, Yunhwa masuk dan mendekati Yeomi.

“Yeomi.. Apa kau sudah baikan?” Yeomi menggeleng perlahan.

“gwechanna.. Kau pasti sembuh.. Aku yakin itu..” ujar Yunhwa sambil tersenyum dan mengelus kepala Yeomi. Yeomi sedikit bingung.

“Wae, oppa?”

“Mwo?”

“kenapa kau begitu baik padaku? Kenapa kau selalu mengatakan hal-hal baik padaku? Kenapa kau selalu ada di saat aku sedih, sulit, maupun senang? Kenapa kau menghalangiku di saat aku ingin pergi? Kenapa…. Kenapa kau mengusap kepalaku?” Yunhwa sedikit kaget.

“Karena.. Aku menyukaimu, Yeomi.. Dari dulu, aku sangat mencintaimu.. Saranghae… Yeomi” Yunhwa tersenyum dengan sangat manis. Tapi kata-kata Yunhwa benar-benar membuat Yeomi kaget. Ia tak tahu selama ini orang yang mencintainya selalu ada disampingnya.

nunmuri malla
nunmuri malla
noreul ji-ul su obso
sumi meojeul deut
sumi meojeul deut
aesseo harul bonaesseo
saranghae saranghae
neol saranghandago
ulgo do ureoseo
itgo shipeunde mae-il
geurae

“menangislah, Jika itu membuatmu senang. Menangislah, jika kau merasa itu perlu. Menangislah, jika itu tangis bahagia. Tapi janganlah menangis, jika itu tangis kesedihan yang akan aku lupakan setiap harinya.. Saranghaeyo.. Yeomi-ya..” Yunhwa mengecup kening Yeomi lembut.
Yeomi hanya terdiam. Air matanya makin deras. Lalu Yunhwa keluar dari kamarnya.

Yunhwa POV 
Tak berapa lama setelah Aku keluar dari kamar Yeomi,

PRANG!!! Terdengar suara pencahan beling dari kamar Yeomi. Tanpa pikir panjang, aku, Jihae dan Daesung berlari ke kamar Yeomi. Terlihat Yeomi tergeletak di lantai. Daesungpun memanggil dokter. Tapi sayang, dokter terlambat dalam menangani Yeomi. Yeomipun pergi untuk selamanya.

Hari pemakaman. Hanya tinggal aku, Jihae dan Daesung yang masih meratapi makam Yeomi. Aku tak menyangka, orang yang kucintai pergi secepat ini. Jihae menangis tak henti-henti. Akupun mengeluarkan 3 lembar kertas kecil.

“hh.. Sesuai janji kita saat kecil dulu.. Ayo kita tulis pesan untuk Yeomi di sana” ujarku. Mereka langsung menurutinya. Usai menulis, kami melipatnya, lalu menepelkannya pada sebuah bunga yang kami letakkan di atas makamnya.

Lalu kami pulang. Sepi rasanya tanpa senyuman dan tawaan. Terlebih tanpa Yeomi disisiku.

Author POV
‘sorry, i never told you.. I just don’t wanna hurt you.. Because you’re my bestfriend.. ever.. No cry no more, yeomi..’
—Park Jihae—

‘Don’t Cry… Just give me your smile.. Because your smile can make me smile.. again..’
—Kang Daesung—

‘Cry for happiness.. Don’t Cry for sadness.. It was make me feel happy.. Promise me, Yeomi.. Just cry for me.. I love You.. Forever…’
—Park Yunhwa—

The end………….
————————————————————————-
Huaa!!! Akhirnya selesai.. Maap ya, kalo kepanjangan, atau lebay, atau gaje…

Kritik sarannya tolong ya??? Di komen^^

Something in Our Heart -part 6- (by : Ratna Bewe)

Hallow~~~~2 bulan lebih yaaa..kita gak ketemu readers~~ maapin aye yaa (-___-“)v

Part ini agak susah.. maapin yaah… kalau kalian belum baca part 5 klik disini aja. ^_^)/ Selamat Menikmati~~~

——————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————–

“Joegiyo, Jilmuneul mureo bolus isseoyo?” sapa seorang gadis saat mereka berempat akan keluar dari kampus.

“Ne? Dowa deurilkayo?” jawab Han Yoo Ra.

“Apakah anda kenal Han Yoo Ra?” Tanya gadis itu lagi.

“Ne? Chonun Han Yoo Ra imnida. Ada keperluan apa?” jawab Yoo Ra spontan.

“Annyeong Yoo Ra-ssi. Tolong jangan mendekati Park Han Bi lagi karena dia adalah milik saya. Saya Park Ra Ra.” Sahut gadis yang bernama Park Ra Ra itu dengan nada tidak bersahabat.

“Mworago?” Jae In yang sejak tadi diam tiba – tiba terkejut, tapi masih ditahan oleh Ah Rin yang tahu karena bisa saja kemarahan Jae In meledak sewaktu – waktu.

“Park Han Bi milik Park Ra Ra, jadi saya harap Yoo Ra-ssi tidak menghambat hubungan kami. Gamsahamnida.” Ucap gadis itu lagi lalu segera berlalu pergi meninggalkan kelima sahabat yang masih terpaku karenanya.

Neul Byul dan Hye Soo segera mendekati Yoo Ra yang masih terlihat shock, sedangkan Jae In sudah mulai mencaci gadis yang baru saja pergi.

*Han Yoo Ra POV*

“Gwenchana?” Neulli bertanya padaku dan aku hanya mengangguk.

“Hanya sedikit shock dengan yang baru saja terjadi.”

“Sebaiknya kita segera kerumahku saja.” Ucapan Hye Soo mengingatkan rencana awal kami yang ingin bersantai di rumahnya.

“Dasar yeoja tak tahu diri!!! Berani – berani dia seperti itu didepan kita!” caci Jae In didepan kita saat kami sudah sampai dirumah Hye Soo.

“Sudahlah… jangan mencaci dirumahku.” Ucap Hye Soo dengan santai tapi jujur ku akui kata-kata yang mereka ucapkan serasa hanya lewat dikepalaku. Aku bahkan tak habis pikir, jika seorang Han Bi memiliki gadis secantik Ra Ra mengapa dia mengejar–ejarku hingga sangat ingin menikahiku… apa yang sebenarnya Han Bi pikirkan tentang aku…

“Ya! Yoo Ra-ya.. jangan kau melamun saja!!!” senggol Neulli padaku.

“Gadis tadi cantik kan?” celotehku begitu saja yang mendapat anggukan dari Neulli.

“Cantik apa?? Gadis kayak setan gitu cantik! Kalo gadis cantik tuh sopan santun, enggak kayak tadi! Nyebelin banget!” Jae In memulai lagi kata-katanya itu.

“Weits… apa-apan ni.. siapa yang gadis setan??” tiba-tiba Jun oppa muncul diantara kami. Kami memang bersantai di halaman belakang rumah Hye Soo sehingga Jun oppa bisa saja bergabung bersama kami sepuasnya.

“Anniyo oppa.. hanya gadis yang membuat Han Yoo Ra semakin suka melamun saja…” timpal Hye Soo lalu menyeruput kopi yang dibawa oleh Jun oppa, aku hanya memandang kelakuan dua kakak beradik itu.

“Ya! Hye Soo-ssi! Kau tidak sopan..” ujar Kim Jun seraya ingin mengambil kembali cangkir kopinya namun gagal karena Hye Soo sudah menjauh dari Kim Jun. Kami hanya terkikik memandang mereka berdua.

“Tunggu, tadi kamu bilang Yoo Ra melamun karena seorang gadis??? Yoo Ra-ya..apakah kau sudah tidak suka pria lagi hingga beralih ke seorang wanita??” pertanyaan Jun oppa membuatku melotot ke arahnya yang duduk disebelahku.

“Anniyo oppa, tadi saat pulang, seorang gadis menghampiri kami dan mencari Yoo Ra. Setelah itu dia bilang kalau Park Han Bi miliknya dan Yoo Ra tidak boleh mendekatinya lagi.” Neul Byul langsung meluncurkan kata-kata itu. Sesungguhnya Jun oppa tak perlu mengetahui hal ini.

“Jinjja??? Sudah kukatakan padamu jagiya~ menikah sajalah denganku…. Kalau kau denganku kau tak akan mendapat perlakuan seperti itu” ucapnya sembari merangkulku, aku hanya menunduk tak tahu harus menjawab apa tentang kata-katanya.

“Oppa…kau membuat seseorang disini merasa sangat panas..” ucap Jae In sembari melirik kearah Ah Rin yang sejak tadi diam saja namun langsung tertunduk malu saat mengetahui kami semua memandangnya.

Handphoneku berdering saat kami sedang asyik menikmati coklat hangat yang disajikan oleh Kim eommoni, kulihat layarnya dan dengan malas aku mengangkatnya.

“Ne…”

“Eodiya??” suara dari seberang sana menjawab panggilanku.

“Jipeseo.. Waeyo?”

“Geotjimal.. aku sedang berada dirumahmu tapi eommoni bilang kalau kau belum pulang. Cepatlah pulang, aku menunggumu disini.”

“Ne???? arraseo…” jawabku langsung menutup telepon itu.

“Nugu??” pertanyaan Jae In aku yakini adalah cerminan dari pertanyaan semua orang yang ada disana.

“Park Han Bi, dia ada dirumahku sekarang dan ingin bertemu denganku.”

“Mau apa lagi dia?? Mau ngejelasin siapa itu Park Ra Ra??” sahut Jae In dengan kesalnya, aku tak mempedulikannya. Aku langsung menyambar tasku dan segera berlari menuju rumahku yang berjarak tak jauh dari rumah Hye Soo.

Aku melihat mobilnya terparkir didepan rumah orangtuaku yang kecil itu. Aku harap dia tak mengatakan hal yang buruk dihadapan orangtuaku.

“Aku datang…” sapaku saat memasuki rumah dan kulihat dia sudah duduk sambil menyesap tehnya. Aku hanya bisa menghela nafas melihatnya serta melihat eomma tersenyum senang didepannya.

*Han Bi POV*

“Aku datang…” suara itu adalah suara wanita yang sudah membuatku gila saat ini karena sejak terakhir kali aku mengantarnya pulang dari rumahku dan dia menyetujui pernikahan ini, aku belum bertemu dengannya lagi. Aku mencoba menahan rasa senang yang membuncah didada saat dia masuk. Aku meliriknya dan memperhatikannya. Oh tidak, aku melihat tatapan lemas dimatanya. Ada apa dengan malaikatku ini.

“Gwenchana?? Kau terlihat sangat lelah…” kata-kataku meluncur begitu saja saat dia telah duduk dihadapanku. Dia menggeleng pelan.

“Aku ingin mengajakmu kesuatu tempat. Ka!”

“Aku baru saja tiba tapi kau sudah mengajakku keluar lagi? Kau sudah gila?” ucapnya tak bersemangat.

“Oke, arraseo… sekarang cepatlah mandi dan ganti baju lalu kita akan keluar. Tadi aku sudah meminta ijin pada eomonni jadi aku tak usah kuatir. Aku hanya akan memberimu waktu setengah jam. Setelah lewat setengah jam kalau kau belum selesai aku akan menyeretmu dalam keadaan apapun.”

“Sejak kapan kau menjadi sangat egois seperti ini?”

“Sejak aku sadar aku tak ingin kehilanganmu Yoo Ra-ya… ppali! Atau waktumu akan habis dan kau harus pergi dengan penampilan seperti ini.” Aku mendengarnya mendengus kesal namun dia segera melangkah kearah kamarnya. Melihatnya seperti itu membuatku bahagia, entahlah apa yang terjadi padaku tapi yang aku sadari dia menuruti kata-kataku meski dia tidak menginginkannya.

Aku sedang membaca sendirian saat mendengar derap langkah mendekati keberadaanku. Aku menoleh ke asal suara. Dia cantik. Cantik. Cantik. Dia mengenakan dress warna peach selutut dengan flat shoes warna coklat. Rambutnya yang biasa diikat sekarang tergerai dan aku bisa melihat seberapa panjang sesungguhnya rambutnya. Aku tak pernah melihatnya seperti ini. Biasanya dia tampil kasual, mengenakan jeans panjang dan kaos saja. Aku tak pernah melihatnya mengenakan rok apalagi dress seperti ini.

“Ya! Park Han Bi!” suaranya yang nyaring menyadarkanku bahwa dia sudah berada didepanku. Aku berusaha menguasai diriku yang kuakui terpesona oleh penampilannya.

“Kau tak perlu berteriak seperti tadi. Aku tidak tuli tau! Apalagi kau ada dihadapanku.”

“Aku tak akan berteriak kalau kau langsung menyadari kehadiranku. Aku sudah memanggil namamu 3 kali dan tadi adalah panggilan keempat dariku!” dia memang monster… tapi monster cantik yang membuat otakku tidak berfungsi dengan baik saat ini.

“Ya! Park Han Bi! Apa yang kau pikirkan??” suaranya yang kali ini membuatku sadar bahwa pikiranku telah terbang entah kemana melihatnya seperti itu.

“Anni.. Anniya! Ka!”

“Kita mau kemana?”

“Kau ikut saja!” aku segera menarik tangannya dan pergi membawanya ketempat tujuanku. Entah seperti apa tampangku tapi yang pasti sepanjang perjalanan aku sering mencuri pandang untuknya. Oke, malam ini dia bukan monster tapi dia bidadari cantik yang baru turun dari langit.

“Jangan memandangku seperti itu. Sejak dirumah tadi kau menakutkan. Tatapanmu yang seperti itu membuatku takut.” Suaranya memenuhi keheningan yang sejak tadi kunikmati dengan memandangnya. Aku tersenyum membalas kata-katanya, aku bahkan kehabisan kata-kata untuk membalas semua perkataannya itu.

“Aku terpaksa memakai baju ini, karena kusadari semua pakaian yang biasa kupakai sedang kotor. Aku belum sempat mencucinya.” Jelasnya tanpa ku pinta. Dan aku berharap kau tak pernah mencuci pakaianmu yang itu dan selalu berpenampilan seperti ini didepanku.

“Tapi, kau sangat cantik seperti ini Yoo Ra.” Apa yang baru saja kukatakan. Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku. Kata-kata yang sejak tadi tertahan ditenggorokanku. Aku melihatnya, dia hanya membuang pandangannya keluar jendela mobil. Entah apa yang sedang mengganggu pikirannya lagi.

*Han Yoo Ra POV*

Terima kasih Park Han Bi dengan menyebutku cantik malam ini, tapi sayangnya aku ingin bertanya padamu tentang siapa Park Ra Ra yang memenuhi otakku sejak tadi siang.

Mobil ini terus melaju dan berhenti disebuah restoran yang bisa kulihat sangat mahal. Untung saja aku berpenampilan seperti ini sehingga aku tak akan malu diajak kemanapun.

“Kita akan makan malam disini dan aku akan memperkenalkanmu pada seseorang. Aku harap dia tidak terlambat malam ini.” Perkataan Han Bi membuatku bertanya-tanya tapi aku lebih baik menyimpannya.

Kami duduk disebuah meja yang lumayan besar. Aku yakin akan banyak orang yang bergabung dengan kami nanti, setidaknya itulah yang aku pikirkan dari ukuran meja ini. Han Bi tidak banyak bicara dia hanya sesekali menatapku dan tersenyum. Dan hal itu membuatku semakin berpikiran yang tidak-tidak.

“Eomma…” aku mengikuti arah pandang Han Bi dan aku bisa melihat eommoni datang menghampiriku. Oh tidak, ini pertemuan keduaku dengan Han Bi eomma tapi jantungku berdebar semakin kencang.

“Yoo Ra-ssi apa kabar?? Sudah lama??” aku tersenyum setelah membungkuk hormat padanya dan menggeleng untuk menjawab pertanyaannya yang kedua.

“Yoo Ra, itu ayahku.” Sahut Han Bi memperkenalkan pria yang berdiri disebelah eommoni. Aku membungkuk berusaha menunjukkan rasa hormatku lalu tersenyum.

“Senang akhirnya aku bisa bertemu denganmu Yoo ra-ssi.” Aku hanya tersenyum, aku tak tahu harus berkata apa disituasi seperti ini. Lalu kami berempat duduk bersama menunggu pesanan diantar.

“Kemana dia eomma??”

“Dia akan datang bersama orangtaunya.”

“Anyyeong oppa….” Aku terkejut melihat gadis yang menyapa kami.

“Park Ra Ra…akhirnya kau datang! Mana orangtuamu?” mereka akrab, orangtua Han Bi menanyakan keberadaan orang tua Ra Ra berarti mereka sudah mengenal dan sangat akrab. Aku hanya bisa menunduk. Siapa sesungguhnya Park Ra Ra, kenapa dia bisa akrab dengan keluarga Han Bi… banyak pertanyaan memenuhi pikiranku.

“Apa kabar Han Yoo Ra-ssi??” dia duduk disebelahku dan membuatku tak dapat bergerak. Ingin rasanya memarahi wanita ini, wanita yang tak tahu malu tapi aku tak berhak memperlakukannya dengan tidak sopan karena aku juga tamu disini sama sepertinya.

“Kau mengenalnya Ra Ra?” Pertanyaan Han Bi membuatku ingin menelannya hidup-hidup, seharusnya dia tak perlu bertanya apapun karena aku tak ingin emosiku meledak disini.

“Aku menemuinya tadi siang, benarkan eonnie??” aku terkejut, dia memanggilku seperti itu seakan tak ada masalah yang dia sebabkan tadi siang.

“Benarkah Yoo Ra?? Kenapa kau tidak menceritakan padaku?” Kini rasanya aku benar-benar ingin menelan Park Han Bi.

“Apa yang harus kuceritakan padamu, apa aku harus cerita kalau aku bertemu dengan seorang gadis bernama Park Ra Ra lalu gadis itu memarahiku dan menyuruhku untuk menjauhimu karena Park Han Bi hanya milik Park Ra Ra..” sahutku dengan lirih tapi aku bisa meyakinkan diriku bahwa Han Bi mendengar semuanya yang baru saja kukatakan.

“Ya! Park Ra Ra apa yang kau lakukan??? Mengajaknya menikah itu sangat susah! Kau ingin menghancurkan perjuanganku hah???” Han Bi-ya, jebal jangan berteriak ditempat seperti ini. Aku tak ingin kedua orangtuamu menganggapku wanita yang suka mengadu. Aku sungguh tak suka keadaan seperti ini.

“Hehehehe…” aku bisa melihat Ra Ra hanya tersenyum jahil. Apa sesungguhnya yang terjadi, aku bahkan tak mengerti.

“Lupakan kata-katanya tadi siang. Dia adik sepupuku, dia tak pernah suka dengan pacar-pacarku yang sebelumnya. Ayahnya adalah adik dari eomma.. jangan pedulikan kata-katanya tadi siang.” Ucapan yang baru saja dikeluarkan Han Bi membuatku memandangnya tak percaya.

“Mianhae eonni karena sikapku tadi siang, tapi melihatmu sekarang aku makin menyukaimu eonnie dan aku setuju kau bersama Han Bi oppa… sungguh!” kini dia memasang puppy eyes didepanku. Oh Tuhan, anak ini benar-benar bisa membuatku gila.

“Jangan suka mengganggu Yoo Ra atau kau akan terima akibatnya Ra Ra…” Oke, cukup dengan Park Han Bi memarahinya dan aku tak akan mengganggunya lagi.

“Yaksokhae oppa….” Sahutnya dengan mengeluarkan V sign dengan tangannya.

“Eonnie, mianhae buat tadi siang dan segeralah bergabung dengan keluarga Park.” Lanjutnya lagi dan aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman palsuku karena ku merasa ada sesuatu yang salah dengan diri Park Ra Ra.

“Yoo Ra-ssi, gwenchana?” pertanyaan dari Han Bi appa itu sedikit mnegejutkanku karena dia menannyakannya saat aku masih bingung dengan semua hal ini. Aku hanya membuat kepalaku menggeleng lalu tersenyum utnuk menjawab pertanyaan ahboji.

“Oia, aku punya hadiah untukmu dan Han Bi atas hubungan kalian. Aku harap bisa membuatmu senang.” Aku sedikit terkejut dengan ucapannya tapi aku hanya bisa memandang Han Bi, berharap dia akan menjelaskan semuanya tapi dia hanya mengangkat bahunya, menunjukkan bahwa dia juga tak tahu apapun.

“Lain kali saat kau ingin berkunjung kerumah beritahu kami dulu jadi kita bisa kumpul seperti ini. Arraseo?”

“Ne, ahbonim…” ucapku saat kami akan berpisah setelah makan malam di restoran itu. Park Ra Ra, gadis misterius itu hanyalah seorang sepupu dari Han Bi tapi aku merasa ada yang aneh dari tatapannya padaku.

“Gwenchana Yoo Ra??” aku terkejut saat Han Bi memecah keheningan yang tercipta di mobil ini. Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku hanya bisa membuang muka dari hadapannya.

“Tenanglah, jika Ra Ra mengganggumu lagi langsung laporkan padaku saja. Jangan khawatir.” Ucapannya itu tidak membuatku terkejut karena hal membuatku lebih kaget adalah sikapnya yang menggenggam tangan kiriku secara tiba-tiba. Aku hanya dapat memandangnya tapi dia memfokuskan pandangannya ke depan. Jantungku berdetak tak beraturan. Aku bahkan menjadi gila saat mulai bertanya pada diriku sendiri sejak kapan jantungku menjadi seperti ini saat berada disisi Han Bi.

“Yoo Ra-ya~ Yoo Ra-ya~ waeyo??” panggilannya menyadarkanku yang hilang kesadaran beberapa saat.

“Gwenchana??”

“Ne……” hanya kata itu yang bisa kukeluarkan.

“Tentang hadiah dari ahbonim, aku ingin kita membicarakannya besok. Kau ada waktu??”

“Eung~~” sedikit berpikir apa sebenarnya hadiah itu.

“Masih ada kuliah?”

“Tidak, hanya menghabiskan waktuku yang terlalu banyak untuk datang ke kampus dan menghabiskannya disana. Waeyo??”

“Oke, kalau begitu besok siang di kantin kampusmu. Aku akan kesana.” Putusnya tanpa memandangku. Entah apa yang terjadi, aku setuju dalam diamku dengan semua sikapnya padaku.

***

*Normal POV*

“Oppa.. eoddiya?” suara cempreng Rara terdengar melalui ponsel yang dipegang Park Han Bi.

“Mwoya?”

“Just want to know, where are you?”

“Sedang menunggu calon kakak iparmu.”

“Oh..Arraseo…” Dan segera Ra Ra segera menutup sambungan itu setelah menjawabnya dengan ketus.

“Aish, anak ini…” omel Han Bi pelan mengetahui perilaku sepupunya itu. Han Bi kembali menikmati pemandangan dengan menyeruput kopi yang tadi dipesannya semabri terus melihat ponselnya yang tak pernah lepas dari tangan.

“Waeyo?” suara itu membuyarkan lamunan Han Bi. Han Bi hanya memandangnya sembari tersenyum. Dia melihat jam ditangannya yang menunjukkan pukul 11.10.

Gadis itu segera duduk di hadapan Han Bi tapi berusaha mengalihkan pandangannya dari Han Bi yang terlihat sangat tampan dengan dandanan yang bisa membuat jantung para gadis berdetak dengan cepat.

“Yeppuda…”

“Mworago??” pertanyaan dari Yoo Ra membuatnya bertatapan langsung dengan Han Bi. Sedetik kemudian dia menundukkan kepalanya menghindari tatapan Han Bi itu.

“Masih ingat tentang hadiah dari aboji?? Dia ingin kita segera menerimanya.”

“Apa hadiahnya?”

“Coba kau tebak…” sahut Han Bi lalu tersenyum.

“Aku tak ingin bermain tebak-tebakan denganmu… malhaebwa..” bujuk Yoo Ra yang secara tiba-tiba mengeluarkan aegyonya.

“Aigoo….aku tak pernah melihat aegyomu.. tunjukkan sekali lagi..”

“Sirheo!!!”

“Arraseo, kalau begitu aku akan segera menerimanya tanpa persetujuanmu.” Ucap Han Bi tak mau kalah.

“Ya!! Malhaebwa…”

“Hanbeonman…” pinta Han Bi sembari mengangkat jari telunjuknya yang menunjukkan angka satu. Yoo Ra hanya menggeleng mendengar permintaan Han Bi.

“Arraseo… Kaja!!”

“Kemana?”

“Seonmul ..” Yoo Ra mendengus kesal mendengar jawaban dari Han Bi, tapi dia mulai terbiasa dengan sikap Han Bi yang seperti itu. Terbiasa dengan sikap Han Bi yang seenaknya sendiri memutuskan, sikap Han Bi yang kadang kekanak-kanakkan tapi akan berubah menjadi pemimpin dan pelindung yang paling kuat saat Yoo Ra merasa jatuh dan sendiri. Yoo Ra mengikuti Han Bi memasuki mobilnya dan diam selama perjalanan.

“Kau bilang kita akan mengambil hadiah… bukankah ini kearah rumahku?” Tanya Yoo Ra ketika dia menyadari bahwa Han Bi mengemudi kearah rumahnya. Han Bi hanya tersenyum mendengar pertanyaan Yoo Ra. Yoo Ra merasa aneh dengan sikap Han Bi hari ini karena Han Bi lebih banyak tersenyum daripada memarahinya atau mengejeknya. Hal itu membuat Yoo Ra merasa tak nyaman dengan Han Bi.

Yoo Ra segera keluar dari mobil sesampainya mereka di rumahnya.

“Annyeong… aku pulang…” ucap Yoo Ra setelah memasuki rumahnya.

“Unnie….” Teriak Hyo Mi, yeodongsaengnya yang masih berada di sekolah dasar.

“Oh, annyeong Han Bi oppa..” sapanya lagi saat melihat Han Bi berada di belakang Yoo Ra.

“Annyeong Hyo Mi-ya…. Mau cokelat?”

“Em..” jawabnya dengan mantap.

“Sayangnya oppa gak bawa cokelat hari ini, eottohke?” ucapan Han Bi membuat senyum di wajah Hyo Mi menghilang.

“Tapi oppa punya kue hari ini… bawa masuk yaa..” ucapnya lalu menyerahkan sekardus cupcake pada Hyo Mi, membuat senyum gadis kecil itu kembali merekah dan membawa masuk kue-kue itu.

“Jakkaman, Ahboji sama Eommoni dimana?” tanyanya lagi sebelum Hyo Mi benar-benar menghilang.

“Eomma tadi keluar sebentar, kalo appa baru saja pulang… akan aku panggilkan oppa.” Sahutnya lalu masuk ke dalam.

Han Bi segera duduk, tanpa menunggu dipersilahkan oleh Yoo Ra. Yoo Ra tidak ikut duduk, dia memandang Han Bi sebentar lalu akan beranjak pergi saat Han Bi menahan tangannya dan memberinya sinyal untuk duduk disebelahnya. Yoo Ra menuruti permintaan Han Bi dalam diamnya hingga ayahnya datang.

“Annyeong hasimnikka Ahboji..” ucap Han Bi berdiri lalu memberi salam.

“Duduklah, ada apa? Kelihatannya tegang sekali… ada yang salah Yoo Ra-ya??”

“Anniyo ahboji, hanya saja saya kemari ingin meminta ijin pada anda..”

“Meminta ijin untuk apa?” Tanya ayah Yoo Ra kebingungan, sedangkan Yoo Ra masih diam saja.

“Ayahku sudah menyiapkan hadiah untuk kami dan hadiah itu adalah liburan di Jeju selama 3 hari, aku harap ahboji mengijinkannya.” Ucap Han Bi sesopan mungkin namun membuat Yoo ra terkejut. Ayahnya yang melihat tingkahnya sedikit berusaha untuk menguasai keadaan.

“Hadiah liburan ke Jeju?”

“Ne ahbonim.”

“Kenapa harus hadiah itu?”

“Menurut ayah, Yoo Ra membutuhkan liburan karena ayah ingin lebih dekat dengan Yoo Ra juga.”

“Ada apa ini?” kehadiran ibu Yoo Ra membuat suasana makin canggung untuk Yoo Ra. Eommoni langsung duduk disebelah ayah Yoo Ra.

“Han Bi dan keluarganya ingin mengajak Yoo Ra liburan selama 3 hari di Jeju, apa kau mengijinkannya?”

“Mwo?? Geurom..” jawab ibunya dengan pasti.

“Kalau begitu semuanya kuserahkan pada Yoo Ra. Aku memberinya ijin untuk ikut ataupun tidak. Bicarakan saja berdua. Arraseo?”

“Ne ahboji..” setelah mendengar jawaban Han Bi, Han Cho Seung segera memandang wajah anaknya, ada sedikit kekhawatiran dalam dirinya namun dia segera mengusir perasaan itu. Dia tak ingin terlihat seperti mengasihani Yoo Ra karena dia tahu betul sifat Yoo Ra yang tak pernah ingin dikasihani. Setelah Han Cho Seung beranjak pergi, Han Bi memandang Yoo Ra mantap hingga sedikit melupakan bahwa disana masih ada ibu Yoo Ra.

“Yoo Ra-ya… eomma tahu kau lelah beberapa saat ini. Berliburlah bersama keluarga Park. Eomma yakin kau akan lebih refresh setelah itu.” Ucapan dari eommanya membuat perasaan Yoo Ra menjadi lebih baik daripada saat dia mendengar berita itu dari Park Han Bi. Setelah mengucapkan itu ibunya segera memasuki dapur dan meninggalkan mereka berdua di ruang tamu.

Han Bi tak mengeluarkan sepatah katapun, dia hanya memandang Yoo Ra penuh arti. Yoo Ra yang bisa merasakan pandangan Han Bi kepadanya itu segera menganggukkan kepalanya pelan membuat senyum Han Bi terus merekah dan secara spontan memeluknya.

***

“Hati-hati ya sayang. Eomma tak ingin kau sakit disana dan merepotkan Han Bi dan keluarganya.” Ucap Jung Yo Eun pada anak sulungnya itu.

“Tenang saja eommoni, dia tak akan merepotkanku kok. Aku akan menjaganya hingga dia kembali lagi kerumah nanti.” Jawab Han Bi mantap. Yoo Ra sejak tadi hanya diam saja. Dia teringat dengan percakapan bersama sahabatnya beberapa hari yang lalu saat dia membicarakan hal ini pada mereka.

“Maldo andwae…” teriak Jae In  saat Yoo Ra bersama yang lain berkumpul untuk membicarakan rencananya ke Jeju bersama Han Bi beberapa hari yang lalu.

“Waeyo??” Neul Byul kini memandang aneh pada Jae In.

“Ya! Apa yang akan terjadi kalau mereka ke Jeju berdua??? Kau ingin dia hamil dulu baru menikah hah??” kata-kata Jae In membuat yang lain ikut memandangnya. Yoo Ra yang tidak sabar memukul kepala Jae In.

“Hati-hati kalau bicara, Aku tak akan pernah melakukan itu sebelum menikah. Arraseo?”

“Kalau kau diberi obat dan semacamnya apa kau akan menolak Han Yoo Ra-ssi??? Aku yakin tidak!” bantah Jae In.

“Kau tidak dengar hah?? Jika mereka tidak pergi berdua tapi pergi bersama keluarganya!” Hye Soo kini menyelanya, mendengar kata-kata Hye Soo membuat Jae In terdiam.

“Berliburlah Yoo Ra-ya…” ucap Ah Rin sembari memandang yakin pada sahabatnya itu. Ah Rin tahu jika Yoo Ra sedang bingung.

“Benar kata Ah Rin dan eommamu, kau perlu liburan. Lagipula aku yakin Han Bi akan menjagamu dengan baik. Dia tak akan pernah melakukan hal-hal yang buruk padamu. Jangan pikirkan kata-kata Jae In tadi. Pergilah.. jangan khawatir.” Neulli kini mendukung pernyataan Ah Rin.

“Lagipula kau harus kembali dengan membawa oleh-oleh. Makanan asli dari Jeju, arraseo???” ucap Hye Soo setelah menenangkan Jae In yang sempat menjadi liar tadi. Yoo Ra hanya memandang sahabat-sahabatnya dan pandangannya terhenti pada Jae In yang masih menunduk.

“Okey, dengan berat hati aku mendukung kau pergi dengan Han Bi tapi sebelumnya aku akan menyuruhnya untuk menjaga sahabatku yang rapuh ini dengan sangat baik dan tidak ada seorangpun yang bisa melarangku untuk berbicara dengan Park Han Bi secara langsung. Tidak kalian dan tidak juga kau Han Yoo Ra! Meski kau calon istrinya, kau tidak akan bisa melarangku! Dan jangan lupa, oleh-oleh yang banyak harus kau antarkan pada kami sepulang dari sana. Mengerti??” ucapan panjang Jae In yang diakhiri dengan senyumnya membuat Yoo Ra sedikit lega. Paling tidak sahabatnya masih mengharapkannya untuk kembali dengan selamat.

“Waeyo Yoo Ra-ssi?” suara Park eommoni membuyarkan lamunannya bersama sahabat-sahabatnya. Yoo Ra hanya menggeleng pelan menjawab pertanyaan calon ibu mertuanya itu. Yoo Ra mengalihkan pandangannya pada Han Bi dan dia masih merasa aneh dengan sikap diam Han Bi selama beberapa waktu ini. Han Bi kini berubah, dia lebih banyak diam tidak seperti saat pertama kali mengenalnya. Han Bi hanya akan memandangnya atau sekedar menggenggam tangannya saat Yoo Ra merasa bingung dengan segala hal yang sedang terjadi, tidak lebih. Yoo Ra merindukan suara Han Bi yang suka berteriak ditelinganya, tingkah kekanak-kanakan Han Bi dan segala macam celotehan Han Bi yang kadang membuatnya ingin segera pergi meninggalkan Han Bi. Dia merindukan semua itu dari Han Bi.

Yoo Ra baru saja tiba dikamar hotelnya saat ponselnya berdering. Dia melihat layar ponsel lalu mengangkatnya.

“Yoboseyo???”

“Unnie, eoddiya???”

“Na?? sedang ada urusan. Wae?”

“Ayo kita pergi…. Aku sudah berjanji padamu untuk mentraktirmu samgyupsal.. Ayo sekarang.”

“Mianhae Chan Mi-ya.. beberapa hari ini aku sibuk. Aku tidak bisa menemanimu.. mianhae..”

“Oh, okey..” Chan Mi segera menutup sambungan itu. Yoo Ra memandang ponselnya dan menghela nafas, terlihat raut kecewa tergambar di raut wajahnya.

“Nuguya?” Yoo Ra memandang kearah pintu. Han Bi sudah berdiri dengan santainya di pintu kamarnya.

“Chan Mi.”

“Nugu??”

“Ya! Kau masuk tanpa ijin kekamarku!” Yoo Ra menaikkan suaranya. Dia tidak ingin membahas tentang Chan Mi kepada Han Bi.

Han Bi segera memasuki kamarnya dan menutup pintu kamar Yoo Ra, rautnya berubah menjadi amarah dan Yoo Ra bisa melihat itu. Han Bi mendatangi Yoo Ra dan mendesaknya hingga terduduk di atas tempat tidur. Han Bi mencengkeram kencang lengan Yoo Ra dan menatap matanya dengan tajam.

“Kau mau apa??” ucap Yoo Ra sedikit ketakutan dengan sikap Han Bi, semua ketakutan, kegelisahan akan sikap Han Bi selama beberapa hari dan semua kata-kata Jae In terngiang ditelinganya.

“Chan Mi.. nuguya???” tanyanya dengan lebih tegas.

“Dia..dia..dia temanku. Wae?” sahut Yoo Ra sedikit menumbuhkan keberanian.

“Jangan berbohong Han Yoo Ra! Sudah terlalu lama kau diam. Bicaralah padaku.” Terdengar kesan tidak sabar dari suara Han Bi. Namun sesaat kemudian pandangannya yang tajam ke mata Yoo Ra segera melemah dan dia menunduk.

“Mianhae, jeongmal mianhae Yoo Ra-ya…” kini nada suaranya berubah menjadi sangat menyesal. Yoo Ra semakin bingung dengan sikap Han Bi yang berubah hanya dalam sekejap. Ditengah kebingungannya, Han Bi berdiri dan segera beranjak meninggalkan kamarnya.

“Lupakan semua yang baru saja terjadi. Segeralah bersiap karena kita akan segera makan malam.” Ucap Han Bi sebelum meninggalkan kamar Yoo Ra. Sepeninggal Han Bi, Yoo Ra masih termenung. Dia tidak pernah membayangkan melihat sisi seperti itu dari Han Bi.

Makan malam di restoran yang terdapat dihotel itu sangat mewah. Makanannya sangat enak namun Yoo Ra tidak bisa menikmati suasana itu. Dia menjadi sangat canggung saat berhadapan dengan Park Han Bi. Tapi Han Bi sudah bersikap biasa, kembali agak pendiam tapi masih bisa bercanda bersama keluarganya.

Dering ponsel mengganggu acara makan malam mereka. Dering itu berasal dari ponsel ayahnya Han Bi. Setelah menutup ponsel itu, Park Ji Soo segera berbicara, “Ada masalah dengan perusahaan di Hongkong dan besok aku harus kesana. Jadi sepertinya kalian harus menikmati liburan ini tanpa kehadiranku.”

“Kan masih besok ahboji” sahut Han Bi.

“Sayangnya, malam ini aku harus segera kembali ke Seoul menyiapkan semua berkas yang akan dibawa ke Hongkong besok.”

“Eomma masih akan disini kan??” kini Han Bi mengalihkan pandangannya pada Ji Seo Ni, ibunya.

“Sepertinya ibumu akan ikut ayah ke Hongkong, masalah ini sedikit rumit. Kau tahu jika selama ini ibumu yang selalu membantu ayah dalam berbagai hal di perusahaan. Apalagi, ayah butuh ibumu yang lancar berbahasa mandarin.” Sahut ayahnya.

“Gwenchana Yoo Ra-ssi?” Seo Ni memandang Yoo Ra yang sedikit khawatir. Kini dia tidak khawatir dengan perkataan Jae In tapi dia khawatir akan sikap Han Bi yang mungkin meledak-ledak lagi.

“Jangan khawatir Yoo Ra. Aku bisa memastikan kau aman kembali ke Seoul bersama Han Bi. Tapi jika kau tidak yakin kau bisa ikut pulang bersama kami malam ini.” Ucapan ayah Han Bi membuat Yoo Ra merasa tidak enak. Karena Yoo Ra tahu, liburan ini sudah menghabiskan biaya yang tidak sedikit, kalau dibatalkan begitu saja tentunya dia merasa sangat tidak nyaman. Dan jika dia kembali ke Seoul tentu keluarga serta sahabatnya berpikir terjadi sesuatu padanya.

“Gwenchananikka ahbonim… Abonim dan eommoni bisa kembali ke Seoul. Aku akan memanfaatkan liburan ini bersama Park Han Bi. Lagipula kalau Han Bi berani macam-macam padaku, aku akan langsung melaporkannya pada eommoni.” Jawab Yoo Ra sembari tersenyum ke arah Ji Seo Ni.

Setelah makan malam, akhirnya Han Bi dan Yoo Ra mengantar kedua orangtua Han Bi ke bandara untuk segera kembali ke Seoul dengan penerbangan terakhir yang bisa mereka dapatkan. Mereka segera kembali ke hotel setelah mengantar ke bandara. Hanya diam yang menyelimuti perjalanan ke hotel mereka. Sesampainya di depan kamar hotelnya Yoo Ra segera memandang Han Bi yang sedari tadi tak pernah membalas tatapannya.

“Park Han Bi! Kau kenapa??”

“Masuklah, sebaiknya kau tidur sekarang. Besok perjalanan kita baru akan dimulai.” Ucap Han Bi lalu berlalu tanpa memandang Yoo Ra. Namun Yoo Ra yang tak sabar segera menarik tangan Han Bi dan menghentikan langkahnya.

“Apa yang sebenarnya terjadi padamu?? Beberapa hari ini kau aneh, hanya diam, tersenyum dan hanya sepatah kata yang keluar dari mulutmu. Mana Han Bi yang kukenal pertama?? Yang selalu berceloteh panjang lebar, yang selalu membuatku kesal. Aku.. aku… aku merindukan Park Han Bi yang kukenal dulu.” Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Han Yoo Ra, dan saat Yoo Ra menyadarinya Han Bi sudah memeluknya dengan erat. Namun belum sempat Yoo Ra membalas pelukan Han Bi, laki-laki itu sudah melepaskan pelukannya.

“Mianhae Yoo Ra-ya, aku tidak tahu kalau kau tidak nyaman dengan sikapku ini. Aku hanya ingin bilang, lebih baik kita selesai sampai disini.” Ucapan yang baru saja diucapkan Han Bi membuat Yoo Ra terdiam.

_Continued_